Tuesday 11 March 2014

Demokrasi ala Anak Rantau

Dengan perkiraan jumlah mencapai 30% dari keseluruhan pemilih, kaum muda dirasa memiliki kekuatan signifikan dalam Pemilu 2014 mendatang. Meski demikian, ternyata ada sejumlah pemilih yang justru belum banyak tersentuh. Merekalah para mahasiswa perantauan.

Jumlah mahasiswa yang menimba ilmu di perantauan memang tidak bisa dibilang sedikit. Mereka tersebar di berbagai kota besar maupun kecil di Indonesia. Selama ini, antusias pemilih perantau memang bisa dikatakan kurang dibandingkan pemilih yang lain. Sebabnya sebenarnya masuk akal. Tentu berat bagi mereka untuk pulang ke kampung halaman untuk mengurus surat pindah atau mencoblos langsung.

Karena itu, banyak yang kehilangan semangat dan jadi apatis. Mereka merasa hak pilihnya tidak terlalu penting dan masuk ke kategori golongan putih (golput). Namun, benarkah mahasiswa perantauan sulit menyumbangkan suaranya? Untuk menjawab hal itu, GEN SINDOmenanyakan langsung problem ini kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sigit Pamungkas. Ternyata solusinya sudah ada.

Para perantau kini bisa menggunakan hak pilih di tempat di mana mereka tidak tercatat. Menurut Sigit, ada dua solusi yang ditawarkan. Solusi pertama adalah perantau dapat menggunakan bantuan keluarga untuk mengurus surat pengantar pindah. Adapun kedua adalah menggunakan sistem kolektif dalam mengurus rantau di KPU daerah. Namun, sebelumnya mahasiswa harus mengecek lebih dulu, apakah mereka sudah terdaftar sebagai daftar pemilih tetap (DPT) atau belum.

“Sebagai langkah awal, mahasiswa tersebut diharapkan terlebih dahulu mengecek di website www.data.kpu.go.id,apakah dirinya terdaftar di dalam DPT atau tidak. Dengan memasukkan NIK KTP, akan keluar data diri berikut tempat TPS memilih nanti,” sebut Sigit. Dalam tahap pengurusannya, langkah yang ditempuh perantau jika ingin mengurus secara personal, yakni mengurus surat pengantar perpindahan di Panitia Pungut Suara (PPS) tempat dia berasal.

Dengan menempuh langkah ini, perantau masuk ke dalam daftar pemilih tambahan (DPTb). “Namun, perantau tidak perlu repot untuk kembali ke tempat asalnya. Perantau bisa melakukan komunikasi dengan keluarga yang ada di daerah asal untuk mengurus surat perpindahan tersebut,” kata Sigit. Selanjutnya, surat itu disampaikan di PPS tempat ia merantau, yakni kelurahan setempat. Langkah ini bisa dilaksanakan sampai tiga hari sebelum pemilu.

Solusi kedua lebih mudah, yakni menggunakan sistem kolektif. Caranya, masyarakat rantau bisa ramairamai datang ke KPU daerah, tempat dia berada. Pemilih cukup menunjukkan kartu identitas dan mengisi surat pernyataan pindah menggunakan hak pilih. Dari situ, maka biarkan KPU daerah yang berkoordinasi dengan KPU pusat untuk membantu pengurusan pindah. Nantinya ada barter data pemilih.

Dari yang sebelumnya perantau terdaftar di daerah asal, setelah mengurus berbagai persyaratan, dia dapat terdaftar di tempat dia berada. Untuk selanjutnya, PPS-lah yang mendistribusikan tempat perantau mendapat TPS-nya. Salah satu mahasiswa yang merantau di Jakarta, Lely Natalia, menilai bahwa program KPU ini cukup meyakinkan dirinya untuk tidak menjadi golput di Pemilu 2014.

Menurut dia, sistem kolektif lebih memudahkannya dalam mengurus perpindahan untuk nyoblos. ”Kalau untuk mengurus surat pengantar di PPS Banten, tempat saya berasal tersebut, sepertinya tidak sempat. Maka saya ambil jalur kolektif yang dapat langsung diurus sendiri di tempat saya merantau,” katanya.

Pada akhirnya Sigit mengimbau kepada seluruh anak muda, khususnya perantau, untuk turut memberi kontribusinya pada Pemilu 2014 ini. ”Pada penyelenggaraan pemilu bulan depan, saya mengimbau kepada semua anak muda, khususnya perantau, untuk memperbaiki kualitas demokrasinya sama halnya dengan tujuan awal merantau, yakni memperbaiki kualitas dirinya,” tutur Sigit.

Apabila ada hal yang menjadikan mereka sulit untuk mengurus perpindahan daftar pemilih, Sigit mengimbau agar mereka dapat mengurus dari jauh hari. Jika pada akhirnya anak rantau telah selesai dengan urusan prosedur pendaftaran, mereka masih juga merasa ragu untuk memilih calon anggota legislatif (caleg) yang ada. Itu karena KPU mengharuskan untuk memilih caleg yang berasal dari tempat ia tinggal sekarang.

Padahal, biasanya mereka punya tujuan dengan memilih caleg, dapat memberikan kemajuan daerah asal masing-masing. Sebab, memiliki dampak jangka panjang, tidak hanya untuk dirinya, juga untuk keluarga. Sementara, apabila memilih caleg yang disesuaikan dengan tempat tinggal sekarang, konsekuensi mereka belum tentu akan merantau dalam tempo yang lama sehingga hanya berdampak untuk jangka pendek.

Hal lain yang masih jadi kendala soal Pemilu 2014 adalah akses untuk mengetahui informasi setiap caleg yang kurang terfasilitasi. Dalam lingkup wilayah di Indonesia saja masih banyak ketimpangan dalam mengelola data setiap caleg. Jadi, dapat dibayangkan, teman-teman kita yang merantau di luar negeri lebih mengalami kesusahan untuk mengeksplorasi visi dan misi para caleg.

”Kami di sini mengusahakan membuat media yang dapat dilihat banyak orang untuk menjadi ajang kampanye para caleg ke masyarakat Indonesia yang bukan hanya di luar negeri, juga untuk yang di dalam negeri,” papar Faldo Maldini, mahasiswa Indonesia yang kini sedang menempuh studi di Imperial College London, Inggris Namun, kebanyakan dari mereka tidak memberikan respons baik. Ada beberapa yang mau ditanya, namun kurang memberikan jawaban yang sesuai.

 Sementara, lainnya tidak mau menjawab pertanyaan melalui media sosial dan lebih memilih melalui e-mail. Apa pun kendala yang dihadapi anak rantau untuk menyuarakan demokrasi di ajang Pemilu 2014 di wilayahnya masing-masing, hal yang paling penting adalah jangan sampai anak rantau jadi golput.

Karena kalau tidak memperbaiki kebijakan sekarang dengan memilih anggota legislatif, kapan lagi kebijakannya bisa jadi baik?  *DEASY AMALIA, NILA AISYARAH NIHAYA LASTARI, RIRIN YULIANTI, RABIA EDRA


Dimuat di Koran SINDO pada Sabtu, 8 Maret 2014 Halaman 8
LINK: http://koran-sindo.com/node/373367

2 comments:

  1. Deasyyy, Copaste yaa. gue baru aktifin blog gue lagii. nilasyara.wordpress.com hhehe

    ReplyDelete